Cagar Budaya Candi Sumur Sidoarjo (dibangun pada tahun 1371 M)

Assalamu'alaikum wr.wb

Salam Sejahtera untuk kita semua

   Perkenankan saya memperkenalkan situs sejarah cagar budaya candi sumur yang dibangun tahun 1371 masehi pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dari perintah Raja pendahulu yaitu Prabu Brawijaya untuk peristiwa hilangnya suami isteri.

   Yang pertama didirikan Candi Pari di mana bekas tempat Jaka Pandelegan menghilang dan diberi nama CANDI PARI.

   Yang kedua didirikan Candi Sumur di mana bekas tempat Nyai Loro Walang menghilang dan diberi nama CANDI SUMUR.

   Berikut detail sejarah asal usul dibangunnya Candi Pari dan Candi Sumur :

  Pada jaman dahulu kala seorang tua bernama Kyai Gede Penanggungan yang hidup di pegunungan. Ia mempunyai adik perempuan Janda bertempat tinggal di desa Ijingan. Kyai Gede Penanggungan 2 (dua) orang anak perempuan. 

yang sulung bernama: Nyai Loro Walang Sangit;

dan yang bungsu bernama: Nyai Loro Walang Angin,

   Keduanya berdiam dirumah Kyai Gede Penanggungan, sedangkan adiknya yang Janda: Ijingan mempunyai seorang anak laki-laki bernama: Jaka Walang Tinunu. Setelah dewasa ia tampan dan hormat kepada ibunya.

   Pada suatu hari ia menanyakan kepada ibunya siapakah ayahnya, tetapi ibunya tidak mau menjawab dan berkata, "Kamu tidak punya Ayah tetapi Kyai Gede Penanggungan adalah kakak saya. kemudian Jaka Walang Tinunu ijin kepada ibunya untuk membuka Hutan untuk tempat tinggal dan penggarapan sawah. Permintaanya dikabulkan oleh Ibunya. Maka berangkatlah Jaka Walang Tinunu disertai oleh 2 (dua) orang temannya yaitu Satim dan Sabalong untuk menuju ke Dukuh Kedungkras (Desa Kesambi sekarang).

   Setelah menetap disana tanpa suatu rintangan apapun, mereka mulai membababt rimba di Kedung Soko utara Kedungkras dan arah selatan Candi Pari.

   Beberapa waktu kemudian pada suatu malam teman-teman, Jaka Walang Tinunu dengan sepengetahuannnya  memasang wuwu di kali Kedung Soko. Esok harinya wuwu diambil dan ternyata berhasil menangkap seekor ikan Kotok (ikan gabus) yang dinamakan Deleg. Betapa gembiranya si Sabalonglalu ditunjukkannya kepada Jaka Walang Tinunu dan Satim.

   Setelah ikan dipotong dan dimasak, tetapi ajaibnya ikan dapat berbicara seperti manusia. Bahwa dulu ia bernama Sapu Angin yang mengabdi pada pertapa dari Gunung Pamucangan dan ia berdosa kepada pertapa itu karena pernah mempunyai keiingninan menjadi Raja. Dan ia diperkenankan menjadi raja ikan, dengan demikina maka berubahlah ia menjadi Deleg sampai detik masuk ke wuwu.

   Waktu mendengar riwayat Deleg itu, maka terharuhlah Jaka Walang Tinunu dan berkata, "Barang siapa berasal dari Manusia kembalilah menjadi Manusia" dan seketika itu Deleg berubah menjadi Manusia yang hampir setampan dengan Jaka Walang Tinunu. Lalu diberi nama: Jaka Pandelegan dan dianggap sebagai adik dari Jaka Walang Tinunu.

   Demikianlah lalu mereka  bersama-sama membuka tanah dan setiap hari mengolah tanah untuk lahan pertanian. kemudian Jaka Walang Tinunu memikirkan soal bibit, tetapi menemuui jalan buntu. sebab ia sangat miskin tidak punya apa-apa untuk membeli keperluan menggarap sawah.

   Tapi tiba-tiba ia ingat apa yang dikatakan ibunya dulu, tentang Kyai Gede Penanggungan, tetapi ia tak berani menyampaikan isi hatinya kepada Kyai Gede Penanggungan. Maka permohonannya tentang bibit padi disampaikan kepada Nyai Gede Penanggungan yang selanjutnya disampaikan kepada suaminya. Namun Kyai Gede Penanggungan tak percaya bahwa bibit itu akan dipergunakan untuk bersawah.

    Sebaliknya kedua putrinya waktu berdatangan Jaka Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan asmara di dada mulai tumbuh melihat kesopanan dan ketampanan kedua pemuda itu. Baru pertama kali kedua gadis tersebut melihat pemuda yang begitu sopan dan tampan.

   Jaka Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan sangat kecewa karena permohonanya tidak dikabulkan. Hanya diberi Mendang yang apabila disebarkan tidak akan tumbuh. Lalu kedua putrinya disuruh untuk mengambilkan Mendang tersebut. Karena kedua putrinya menaruh hati maka kesempatan ini tidak disia-siakan untuk mencamput bibit padi dengan Mendang yang akan diberikan itu. lalu diserahkan kepada kedua pemuda itu dan Kyai Gede mengatakan "itulah bibitnya".

   Setelah menerima Mendang 1 karung mereka mohon diri. Kedua putrinya sudah terlanjur mencintainya maka keduanya mohon ijin kepada orang tuanya untuk ikut dengan kedua pemuda itu, tetapi tidak diperkenankan. Akhirnya kedua putrinya hanya memesan kepada kedua pemuda itu agar saat menanam padi untuk memberitahukan kepada Kyai Gede.

   Setibanya dirumah secepatnya Mendang tersebut disebarkan di sawah dengan mendapatkan ejekan dari Sabalong dan Satim, karena yang disebarkan itu tak mungkin dapat tumbuh. Namun demikian Jaka Pandelegan dan Jaka Walang Tinunu percaya apa yang diucapkan oleh Kyai Gede Penanggungan tersebut.

   Ternyata tumbuhnya sangat baik benar-benar seperti bibit yang sesungguhnya, waktu pemindahan tanaman tiba Jaka Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan datang lagi pada Kyai Gede untuk mohon ijin agar kedua putrinya membantu menanam padi. Tetapi tidak dikabulkan dan Kyai Gede malah marah dengan dalih bahwa kedua putrinya akan dipinang oleh Raja Blambangan. Padahal keduanya sama-sama mencintai, lalu kedua pemuda itu kembali pulang. Dan diam-diam kedua putri Kyai Gede melarikan diri menyusul kedua pemuda tersebut. Nyai Loro Walang Angin ingin menjadi istrinya Jaka Pandelegan dan Nyai Loro Walang Sangit ingin menjadi istrinya Jaka Walang Tinunu.

   Akhirnya keduanya dapat ketemu dengan kedua pemuda itu di tengah jalan dan selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Kedung Soko. Setelah Nyai Gede mengetahui kedua putrinya tidak ada lalu memberitahukan kepada Kyai Gede, lalu mengejar kedua putrinya itu dan bertemu ditengah perjalanan. Mereka diberhentikannya dan kedua putrinya dipaksa untuk kembali kerumah tetapi ditolaknya. Sedangkan keduapemuda itu tidak menghiraukanya karena kedua anaknya ikut atas kemauanya sendiri.

   Maka terjadilah suatu pertengkaran yang berakhir dengan kekalahan Kyai Gede sehingga terpaksa pulang kembali tanpa disertai kedua putrinya. Sedangkan mereka berempat melanjutkan perjalanan kembali ke Kedung Soko.

   Waktu tanaman berusia 45 hari sawah kekurangan air sehingga Jaka Walang Winunu menyuruh Jaka Pandelegan menyelidiki air. Ketika sampai ditengah sawah berpapasan dengan seorang tua yang memerintahkan agar Jaka Pandelegan menghentikan perjalannya, yang menyebabkan ia murka. Saat ia akan membunuh orang tua tersebut lalu ia jatuh pingsan.

   Ketika sadar sangatlah takut dan menanyakan tentang namanya. Lalu orang tua tersebut menjawab "Namaku Nabi Kilir" pelindung semua air. Kemudian orang tua itu memberikan nama kepada JakaPandelegan dengan nama: .Dukut Banyu

    Kalau kamu sudah selesai bertanam adakanlah selamatan apabila kamu ingin sawahmu berhasil dengan baik. Setelah itu orang tua itu menghilang. Waktu Jaka Pandelegan datang kembali ke sawahnya sudah penuh dengan air yang melimpah sampai panen tiba.

   Menurut "Shohibul Hikayat" tentang pemotongan padi karena luasnya sawah dan baiknya jenis tanaman maka orang dari segala pnejuru datang untuk ikut derep (memotong padi) tersebut. Juga diceritakan bahwa bagian muka dipotong bagian belakang yang baru dipotong sudah kelihatan ada tanaman padi yang sudah menguning, sehingga tak ada habis-habisnya. Adapun hasil panenan ditumpuk di penangan. Justru penangan tersebut tepat di Candi Pari berdiri sekarang ini, dan betapa banyaknya padi di penangan itu.

   Sementara waktu kemudian Kerajaan Majapahit mengalami paceklik. Pertanian gagal banyak petani yang sakit. Lumbung padi dalam keraton yang biasanya penuh menjadi koosong, karena luasnya sawah yang kena penyakit dan gagal panen.

    Ketika Prabu Brawijaya mendengar bahwa di Kedung Soko berdiam seorang yang arif yang memiliki banyak padi. Maka diperintahkan kepada Patihnya untuk meminta penyerahan padi dan dibawakan perahu lewat sungai arah tenggara Kedung Soko.

   Akhirnya Jaka Walang Tinunu juga bersedia untuk menyerahkan padinya kepada ututsan sang Prabu, dan padi-padi tersebut diangkut ke tebing sungai dan selanjutnya dimuatkan pada perahu-perahu itu, walaupun berapa banyak perahu yang disediakan, namun padi yang disediakan di tebing tetap tidak muat sehingga tempat tersebut dinamakan: Desa Pamotan.

Lalu padi dipersembahkan pada sang Prabu Brawijaya yang diterima dengan suka cita. Lalu Sang Prabu menanyakan kepada Sang Patih siapakah pemilik padi itu?, maka Sang Patih menjawabnya bahwa yang memiliki padi itu bernama "Jaka Walang Tinunu" anak seorang janda Ijingan.  

   Maka teringat oleh Sang Prabu bahwa Baginda pernah berhubungan dengan Nyao Rondo yang dimaksud, tetapi itu semua disimpan dalam hati dan menitahkan Sang Patih untuk memanggil Jaka Walang Tinunu berserta istrinya. Kemudian keduanya menghadap Sang Prabu. Setelah diama-amatinya ternayata benar bahwa Jaka Walang Tinunu adalah putra Sang Prabu.

   Selanjutnya Sang Prabu mengutus untuk memanggil Jaka Pandelegan beserta istrinya dengan maksud akan dinaikkan pangkat derajatnya. dan apabila mereka tidak bersedia supaya dipaksa tanpa menimbulkan cidera pada badannya bahkanjangan sampai menyebabkan kerusakan pada pakaiannya.

   Selanjutnya pula Sang Prabu menanyakan siapakah temannya yang bernama Jaka Pandelegan itu. Lalu Jaka Walang Tinunu menjawab bahwa Jaka Pandelegan yang dianggap sebagai adiknya itu berasal dari ikan Deleg.

   Sebelum perintah Raja Deleg itu disampaikan kepadanya, Jaka Pandelegan sudah merasa akan mendapat panggilan akan teteapi panggilan tersebut tidak akan dipenuhi. Hal itu sudah dipertimbangkan dengan istrinya.

   Ketika Patih datang menyampaikan panggilan ia menolak, sekalipun dipaksatetap membangjkang yang selanjutnya menyembunyikan diri ditengah-tengah tumpukan padi pada penangan itu. Dan Sewaktu Sang Patih berusaha untuk menangkap dan mengepung tempat itu, maka Jaka Pandelegan menghilang tanpa bekas. 

   Setelah megnghilangnya sang suami, Nyai Loro Walang Angin yang membawa kendi berpapasan dengan Patih disuatu tempat, sewaktu akan ditangkap berkata ia "Biarlah saya terlebih dahulu mengisi kendi ini disebabkan Barat Daya penangan itu". Dan saat di sebelah timur, maka hilanglah istri Jaka Pandelegan itu.

   Setelah suami istri itu hilang Sang Patih pulang kembali untuk melaporkan peristiwa itu pada sang Prabu. Mendengar kejadian itu Baginda sangat kagum atas kecekatan Jaka Pandelegan dan istrinya itu. yang akhirnya Sang Prabu Brawijaya mengeluarkan perintah mendirikan dua buah candi untuk mengenang peristiwa hilangnya suami istri itu.

  Maka didirikanlah dua buah candi itu. Yang satu didirikan dimana Jaka Pandelegan hilang yang diberi nama: .CANDI PARI

   Sedangkan candi yang satunya didirikan dimana bekas Nyai Loro Walang Angin menghilang dengan diberi nama: .CANDI SUMUR

   Dan kedua candi itu baru dibangun pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk kira-kira pada tahun 1371 masehi.

    Demikian cerita singkat asal-usul berdirinya kedua candi yang terletak di desa Candi Pari kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo.

-> Untuk info lebih lanjut (hub): wahyu;

-> Hp: 085 231 7000 87;